Target Pembangunan Industri Menurut Kebijakan Industri

Perencanaan adalah hal yang penting. Seperti kata pepatah:

“A man who does not plan long ahead will find trouble at his door.” ― Confucius, Chinese philosopher

Pembangunan industri juga tidak terkecuali. Negara Indonesia tercinta memiliki beberapa badan yang fungsinya melakukan perencanaan. Kita punya Badan Perencanaan Nasional (Bappenas). Kita juga punya berbagai jenis Kementerian yang masing-masing melakukan perencanaannya sendiri. Kementerian Perindustrian pun tidak terkecuali. Kementerian Perindustrian memiliki buanyak dokumen perencanaan yang dikelompokkan jadi satu dengan tema besar Kebijakan Industri.

Perencanaan Kementerian Perindustrian

Berbagai dokumen tersebut terdiri dari berbagai lapisan, mulai dari yang paling umum yaitu Undang-undang, yang rencananya jangka panjang (RIPIN), sampai yang jangkanya menengah. Beberapa teks di dokumen tersebut agak sulit dicerna bagi saya pribadi dan memiliki bahasa yang cukup umum, Mungkin ada aturan turunannya lagi yang lebih spesifik, jadi kita harus lihat aturan-aturan tersebut yang sayangnya tidak ada di sana. Jika anda bermaksud mencari peraturan terkait Kementerian Perindustrian bisa dilihat di jdih.kemenperin.go.id.

Saya emang agak blo’on kalo disuruh baca kata-kata yang umum. Tapi untungnya di beberapa dokumen tersebut ada berbagai macam tabel dan angka yang bisa kita jadikan acuan. Beberapa dokumen tersebut berisi indikator atau target kinerja bagi Kementerian Perindustrian. Nah yang gini baru saya agak nyambung. Ha ha ha.

Ada 5 file pdf di link Kebijakan Industri, namun tidak semuanya memiliki indikator kuantitatif. Saya akan skip UU 3 2014 (pdf) untuk sekarang, karena isi UU tersebut terlalu umum dan tidak ada indikator apa-apa (tapi tetap seru untuk dibaca kalau tertarik industrial policy-nya Indonesia). Satu lagi yang akan saya skip adalah Rencana Strategis (Renstra) Kemenperin (pdf) yang disahkan pada 2015. Renstra ini saya skip justru karena terlalu detik, gak akan menarik dibahas di tulisan singkat kayak blog ini wkkw.

Pertama mari kita bahas dulu RIPIN (pdf). Menurut RIPIN, ada 8 sasaran pembangunan industri Indonesia, yang diberi 4 milestones yaitu 2015, 2020, 2025 dan 2035 (RIPIN disahkan 2015). Dari sini dapat dilihat bahwa visi RIPIN adalah sampai 2035. Cukup long term sih. Saya ilustrasikan di tabel 1.

table 1. Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2015 s.d. 2035
No Indikator Pembangunan Industri Satuan 2015 2020 2025 2035
1 Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 6,8 8,5 9,1 10,5
2 Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB % 21,2 24,9 27,4 30,0
3 Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 67,3 69,8 73,5 78,4
4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri juta orang 15,5 18,5 21,7 29,2
5 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja % 14,1 15,7 17,6 22,0
6 Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas % 43,1 26,9 23,0 20,0
7 Nilai investasi sektor industri Rp triliun 270 618 1.000 4,150
8 Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa % 27,7 29,9 33,9 40,0
Sumber: RIPIN

Berikutnya ada Kebijakan Industri Nasional (KIN) (pdf) yang diundangkan tahun 2018, KIN punya indikator yang persis sama dengan RIPIN, hanya saja jangka waktunya lebih pendek. Dengan kata lain, KIN bisa dibilang turunan langsung-nya RIPIN. Dapat dilihat di tabel 2.

tabel 2. Sasaran pembangunan industri nasional tahun 2017-2019
No Indikator Pembangunan Industri Satuan 2017 2018 2019
1 Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 5,2-5,4 5,4-5,8 5,7-6,2
2 Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB % 18,4-18,7 18,6-19,1 18,8-19,4
3 Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 76,8-77,0 77,3-77,5 77,6-78,0
4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri juta orang 16,2-16,3 16,5-16,7 16,8-17,1
5 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja % 13,4-13,5 13,7-13,8 14,1-14,2
6 Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas % 36,1-38,6 32,8-35,3 29,8-32,3
7 Nilai investasi sektor industri Rp triliun 325-350 395-420 480-500
8 Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa % 28,4-28,5 28,8-29,0 29,4-30,0
Sumber: KIN

Dapat kita lihat bahwa ada kesinambungan antara tabel 2 dan tabel 1.

Apakah target tersebut realistis dan tepat sasaran?

8 target tersebut sepertinya lumayan masuk akal. Kita tentu menginginkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi, rata, dan berkelanjutan. Kementerian Perindustrian ditugasi meningkatkan pertumbuhan di sektor industri tentu wajar. Pemerintah juga menginginkan kita terbebas dari ketergantungan terhadap ekspor komoditi, terlihat dari target nomor 3. Target 6 kayaknya maunya rasio impornya turun kali ya? Bagus juga sih nargetnya rasio, dan bukan CIF value atau nominal lainnya.

Indikator-indikator ini sepertinya cukup ambisius, mengingat kewenangan Kementerian Perindustrian yang tidak terlalu besar. Ketika melihat beberapa indikator, kita mungkin akan lebih terpikir lembaga lain. Misalnya soal tenaga kerja dan investasi, mungkin hal-hal seperti kepastian hukum, tidak konsistennya aturan yang dijalankan di level daerah, dan sejenisnya malah lebih kepikiran daripada Kementerian Perindustrian sendiri. Sulit rasanya mewujudkan pemerataan pembangunan (target no. 8) jika kita masih kesulitan infrastruktur dasar seperti energi, pelabuhan & logistik, bahkan pendidikan dan kesehatan di daerah. Tidak ada satupun yang pembangunannya ada di wilayah kewenangan Kemenperin.

Justru wilayah yang ada di Kementerian Perindustrian seperti tidak terlihat hubungannya dengan sebagian besar indikator di atas. Kewenangan seperti penetapan Standar Nasional Indonesia (SNI) atau pengaturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) agak sulit dideteksi dampaknya terhadap perekonomian nasional maupun pertumbuhan industri. SNI menambah cost yang harus dibayar industri, bahkan produk yang sudah memiliki sertifikasi lain yang diakui di industrinya, masih harus ber-SNI. TKDN juga membatasi supply chain dari industri, berpotensi meningkatkan harga atau menurunkan kualitas produk, setidaknya dalam jangka panjang.

Mungkin indikator yang sejalan dengan TKDN atau SNI adalah hal seperti “nilai tambah produk asli Indonesia” atau “tingkat keamanan dan kenyamanan konsumen dengan barang bersertifikat SNI” atau sejenisnya. Tapi sepertinya agak sulit menyambungkan kedua kewenangan di atas dengan 8 target di KIN.

Kementerian Perindustrian juga melakukan berbagai hal lain seperti misalnya menyubsidi pelatihan calon karyawan untuk perusahaan industri dan pengembangan IKM, dan lain sebagainya. Silakan lihat di Renstra 😃.

Tentu argumen saya bisa saja salah. Daripada berspekulasi seperti yang saya lakukan barusan, dampak kebijakan terhadap indikator bisa jadi satu thesis sendiri di bidang ekonomi (dan mungkin di bidang lain juga). Banyak temen-temen di Kemenperin yang lagi sekolah di bidang ekonomi, yang kalau tanya ke saya soal topik thesis, saya sering bilang “buanyaaakkk topik buat Kemenperin harusnya”. Tapi ya gitu deh wkwkk.

Anyway, indikator sudah dibuat. Yang perlu kita lakukan adalah mengevaluasinya. Saya mencoba mengulang tabel 2, tapi dengan data yang sudah kekinian. Sayangnya tidak semua data saya bisa lengkapi. Ilustrasi ada di tabel 3.

table 3. Realisasi Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2017 s.d. 2019
No Indikator Pembangunan Industri Satuan 2017 2018 2019
1 Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 4,85 4,77 4,34
2 Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB % 17,88 17,62 17,58
3 Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 81,7 79,9 81,6
4 Jumlah tenaga kerja di sektor industri1 juta orang 17,01 - -
5 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja1 % 14,05 - -
6 Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas2 % - - -
7 Nilai investasi sektor industri Rp triliun 274,8 222,3 147,9
8 Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa3 % - - -

Sumber: BPS, Kemendag, BKPM
1: datanya di BPS cuma sampe 2017, sepertinya karena ada perubahan definisi.
2: saya gak tau definisinya. Nyoba definisiin sendiri tapi angkanya nyampe 60-70% kayaknya ga mungkin. Definisiku yg salah kayaknya.
3: datanya di BPS hanya sampai 2015.

Dilihat dari tabel 3, sepertinya sebagian besar indikator tersebut tidak tercapai kecuali tenaga kerja. Apakah artinya Kemenperin tidak berhasil? Apakah Kemenperin sebaiknya ditutup saja? Dikurangi anggarannya? Belum tentu. Seperti argumen saya, agak sulit mengandalkan hanya kewenangan dan anggaran Kemenperin saat ini untuk bisa berbuat banyak, apalagi di tengah kondisi ekonomi seperti saat ini.

Ambil contoh investasi. Kita bisa lihat dari tabel 3 bahwa investasi turun terus. Kalau tren tersebut terus berjalan, otomatis tidak mungkin RIPIN tercapai. Tapi ketika investasi melemah, apakah kita menunjukkan jari ke arah Kemenperin? Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) termasuk yang duluan ditunjuk kalau ada perlemahan investasi. Bagi yang percaya investasi melemah karena pajak di Indonesia tinggi, akan meminta Kemenkeu untuk merevisi kebijakan fiskal. Ada juga yang yakin ini akibat upah buruh yang tidak kompetitif, tentu langsung meminta Kemenaker merevisi undang-undang ketenagakerjaan. Baru-baru ini bahkan pemerintah merencanakan Omnibus Law, salah satunya ya karena investasi ini. Jadi agak sulit juga menilai kinerja Kementerian dengan indikator yang sangat besar seperti investasi.

Kementerian Perindustrian sepertinya mengakui bahwa tren seperti ini tidak ideal jika Indonesia ingin menjadi negara industri maju di tahun 2035. Mungkin ini sebabnya ada dokumen perencanaan ke-5.

Dokumen perencanaan yang terbaru adalah Dokumen Peta Jalan Making Indonesia 4.0. Tidak seperti dokumen lain, dokumen terbaru ini tidak punya posisi hukum (bukan Permen atau Perpres atau apapun). Namun karena ada di Renstra, dan Industri 4.0 sudah ramai banget dibicarakan, maka saya asumsikan ini adalah plan yang baru untuk 2019 ke atas. Making Indonesia 4.0 menarget 5 sektor industri saya (tidak seperti sebelumnya yang targetnya ada banyak), dan menaruh fokus lebih tinggi lagi pada peningkatan kompetensi SDM dan investasi luar negeri.

Seperti apa isi Dokumen Peta Jalan Making Indonesia 4.0? Berhubung saya udah nulis cukup banyak di sini, saya akan diskusikan di postingan berikutnya. Sementara itu, mari berharap rencana kali ini lebih berhasil daripada sebelumnya. 😁

Meski belum ada aturannya, kayaknya Making Industri 4.0 ini emang udah serius banget. Coba lihat contoh iklan Kemenperin di tirto ini.

Krisna Gupta
Krisna Gupta
Dosen

Dosen di Politeknik APP Jakarta. Juga mengajar di Universitas Indonesia. Mitra senior di Center for Indonesian Policy Studies. Fokus penelitian tentang dampak kebijakan perdagangan dan investasi terhadap ekonomi Indonesia, terutama sektor manufaktur.

comments powered by Disqus

Terkait